Catatan Khotbah

Gerejaku adalah Keluargaku

08 November 2015
I Tesalonika 5: 12-15
Pdt. Albert Sutanto

Membangun keluarga yang harmonis dan penuh cinta kasih adalah keinginan setiap manusia, dan kita juga mendambakan suasana seperti itu di gereja.

Kita dapat belajar mengenai keluarga yang harmonis, baik keluarga di rumah maupun keluarga di gereja dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika, yaitu dari surat I Tesalonika 5: 12-15.

  • Menghormati mereka yang bekerja keras

Yang pertama dari ayat 12-13a, yang berbunyi demikian: “Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu; dan supaya kamu sungguh-sungguh menjunjung mereka dalam kasih karena pekerjaan mereka. ”

Dalam keluarga, orang tua adalah wali Allah yang bekerja keras demi keluarga. Karena itu kita sepatutnya menyegani ayah dan ibu. (Setiap orang di antara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara hari-hari sabat-Ku; Akulah TUHAN, Allahmu. Imamat 19:3). Anak-anak seringkali mengasihi orang tua, tapi tidak/kurang menghormati orang tua. Contohnya saat anak sudah dewasa dan mendapatkan penghasilan sendiri, mereka memberi materi kepada orang tuanya tapi kemudian sambil mendikte orang tua untuk melakukan seperti apa yang dikehendakinya. Itu mengasihi tapi tidak menghormati.

Demikian juga di gereja ada orang-orang yang berjerih lelah (para pemimpin gereja). Walaupun mungkin ada di antara mereka yang terlihat tidak berlelah, tapi kita harus tetap menghormatinya sebagai pemimpin gereja.

  • Hidup dalam damai

Yang kedua dari ayat 13b, yang berbunyi demikian: “Hiduplah selalu dalam damai seorang dengan yang lain.”Damai tidak bergantung pada harta, materi, maupun karir kita. Tapi damai itu bersumber dari dalam dan diekspresikan ke luar.

Hidup yang sederhana namun ada damai di dalam hati akan lebih baik daripada hidup berkelimpahan materi namun tidak ada damai. Jika seseorang memiliki damai di hatinya, kerja jadi senang, makan makanan apapun terasa enak, tidur juga nyenyak.

Jangan bermusuhan!

Musuh kita adalah iblis, bukan manusia, apalagi sesama kita, keluarga kita di rumah dan di gereja. Karena itu haruslah kita mengasihi sesama manusia, walaupun mereka membenci kita. Terlebih lagi keluarga kita, gereja kita. Untuk bisa hidup berdamai, kita harus mengosongkan diri (mengosongkan ego) kita. Jangan karena hal-hal kecil kemudian membuat jemaat gereja tidak hidup damai. Orang yang iri satu dengan yang lainnya adalah orang yang sulit berdamai dengan Allah. Hendaklah kita hidup menjadi kolektor, kolektor yang mengumpulkan kebaikan-kebaikan orang lain dan belajar darinya.

  • Sehati, sepikir, dan saling menolong satu dengan yang lain

Ayat 14, berbunyi demikian: “Kami juga menasihati kamu, saudara-saudara, tegorlah mereka yang hidup dengan tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, sabarlah terhadap semua orang.”

Kita diciptakan Tuhan berbeda satu dengan yang lain. Mungkinkah kita yang berbeda-beda ini bisa sehati dan sepikir? Jawabannya tergantung dari konteksnya. Dalam konteks pribadi atauindividu, saya tidak harus menjadi satu dengan semua orang, supaya setiap orang dapat berkembang dan tidak harus menjadi sama dengan orang lain. Namun, dalam konteks kebersamaan, harus menjadi satu, sehati dan sepikir. Bagaikan paduan suara yang bernyanyi dengan harmonis walaupun mereka terdiri dari suara-suara yang beragam. Kita perlu mengosongkan ego masing-masing demi mencapai tujuan yang lebih baik. Karena tujuan kita ke gereja adalah untuk memuliakan nama Tuhan.

  • Jangan membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik

Ayat 15 berbunyi demikian: “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang.”

Pembalasan ada di pihak Allah. Bagian kita adalah membalas yang jahat dengan kebaikan. Kita belajar dari Daud ketika ia dikejar-kejar oleh Raja Saul. Satu kali ia punya kesempatan untuk membalas Saul, tapi ia tidak menggunakannya. Juga dari Yusuf yang tidak membalas kejahatan saudara-saudaranya yang telah menjualnya sebagai budak, melainkan Yusuf menciumi saudara-saudaranya dan memelihara kehidupan mereka dan keluarganya.